ALIVEfm – Program kesiapsiagaan lingkungan menempatkan tugas relawan Fire-Ready sebagai ujung tombak pencegahan kebakaran, mulai dari edukasi warga hingga penataan jalur evakuasi yang jelas dan bisa dipraktikkan.
Relawan di tingkat lingkungan bekerja paling efektif ketika punya pembagian peran yang sederhana, terukur, dan rutin dievaluasi. Fokusnya bukan sekadar respons saat api sudah membesar, melainkan menurunkan risiko sejak awal. Karena itu, tugas relawan Fire-Ready perlu ditulis dalam daftar kerja yang mudah dipahami semua warga.
Langkah pertama adalah membangun peta sosial: siapa warga lansia, siapa yang tinggal sendiri, siapa yang memiliki anak kecil, dan siapa yang punya keterampilan pertolongan pertama. Selain itu, relawan juga perlu mengenali titik rawan, seperti area penumpukan sampah, lahan kering, gudang bahan mudah terbakar, serta kabel listrik yang tampak semrawut. Data sederhana ini membantu tindakan pencegahan lebih tepat sasaran.
Sementara itu, relawan harus menjaga komunikasi dua arah. Pengumuman satu arah sering tidak cukup, sebab warga punya kebiasaan dan keterbatasan berbeda. Karena itu, relawan sebaiknya membuka kanal pelaporan cepat, misalnya lewat grup pesan lingkungan, sehingga setiap tanda bahaya bisa segera dicatat dan ditindaklanjuti.
Bagian paling terlihat dari tugas relawan Fire-Ready adalah edukasi tetangga. Edukasi efektif tidak bergantung pada istilah teknis, melainkan pada contoh nyata yang dekat dengan kehidupan harian. Relawan dapat mengadakan sesi singkat 15–20 menit seusai kerja bakti atau pertemuan warga, lalu mengulangnya secara berkala.
Materi inti yang sebaiknya dibawa relawan meliputi: kebiasaan aman saat memasak, cara mematikan sumber listrik saat darurat, pentingnya tidak membakar sampah sembarangan, dan cara menggunakan alat pemadam sederhana bila tersedia. Namun, relawan juga perlu menekankan batas aman: jika api membesar atau asap pekat menyebar, prioritas utama adalah evakuasi dan menghubungi petugas berwenang.
Selain itu, relawan dapat membagikan daftar cek sederhana dalam bentuk satu lembar. Contohnya: pastikan stopkontak tidak bertumpuk, bersihkan daun kering di halaman, simpan korek api di tempat aman, dan siapkan senter serta peluit di lokasi mudah dijangkau. Dengan cara ini, edukasi berubah menjadi kebiasaan.
Inspeksi ringan menjadi bagian penting dari tugas relawan Fire-Ready karena banyak kejadian berawal dari hal kecil yang diabaikan. Relawan tidak perlu masuk ke rumah warga; cukup melakukan pengecekan area luar, jalur akses, dan fasilitas bersama dengan persetujuan warga serta pengurus setempat.
Item yang bisa dicek meliputi tumpukan daun kering, rumput liar, kayu atau kardus yang menumpuk, dan tempat sampah yang penuh. Di sisi lain, relawan perlu melihat akses mobil pemadam: apakah gang terhalang parkir, apakah hidran atau sumber air bisa dijangkau, dan apakah ada portal yang menyulitkan akses darurat.
Untuk lingkungan dengan banyak pepohonan, relawan bisa mendorong pemangkasan rutin pada cabang rendah yang dekat atap atau kabel. Akibatnya, risiko rambatan api dan percikan yang terbawa angin dapat ditekan. Jika ada proyek perbaikan rumah, relawan juga dapat mengingatkan penyimpanan cat, tiner, atau bahan serupa sesuai aturan keselamatan setempat.
Baca Juga: panduan kesiapsiagaan menghadapi kebakaran dari lembaga resmi
Rute evakuasi sering dianggap urusan belakangan, padahal ini kunci keselamatan. Dalam tugas relawan Fire-Ready, relawan perlu menyusun jalur evakuasi berbasis kondisi nyata: lebar gang, titik kumpul, penerangan malam, serta hambatan seperti pagar terkunci atau jalan buntu.
Relawan dapat menetapkan minimal dua rute keluar dari setiap blok, lalu memasang penanda sederhana yang tidak mengganggu estetika lingkungan. Sementara itu, relawan harus menentukan titik kumpul yang aman dari asap dan jalur kendaraan darurat. Titik kumpul juga sebaiknya dekat akses jalan besar agar memudahkan pendataan dan penanganan.
Latihan evakuasi sebaiknya dilakukan dengan skenario ringan. Contohnya, latihan berjalan cepat menuju titik kumpul sambil mengecek apakah ada warga yang tertinggal. Selain itu, relawan perlu membuat prosedur bantuan bagi lansia dan warga dengan mobilitas terbatas, termasuk penetapan “buddy system” atau pendamping tetap dalam situasi darurat.
Koordinasi membuat kerja relawan tidak berhenti pada imbauan. Tugas relawan Fire-Ready mencakup memastikan daftar kontak darurat tersedia di beberapa tempat: pos keamanan, papan pengumuman, dan grup komunikasi. Nomor yang dicantumkan harus diperbarui, termasuk ketua lingkungan, petugas keamanan, dan layanan darurat setempat.
Relawan juga dapat menginventaris peralatan bersama seperti ember, selang, alat pemadam, senter, dan kotak P3K. Jika lingkungan belum punya, relawan bisa mengusulkan pengadaan bertahap melalui iuran, sponsor lokal, atau program CSR. Meski begitu, relawan perlu menekankan bahwa peralatan hanya membantu pada fase awal, bukan untuk melawan kebakaran besar tanpa dukungan petugas.
Untuk wilayah rawan, pembagian shift ronda atau patroli singkat saat musim kering bisa dipertimbangkan. Patroli tidak perlu lama, tetapi konsisten, misalnya mengecek area pembuangan sampah, lahan kosong, atau sudut gelap yang sering menjadi titik pembakaran liar. Karena itu, catatan patroli singkat akan sangat membantu evaluasi bulanan.
Pelaporan cepat sering menyelamatkan waktu berharga. Relawan perlu mendorong warga melapor saat mencium bau asap, melihat percikan listrik, atau menemukan pembakaran yang tidak aman. Bagian ini kerap sensitif, sehingga relawan sebaiknya menekankan pendekatan yang tidak menyalahkan, melainkan fokus pada keselamatan bersama.
Setelah terjadi insiden kecil sekalipun, relawan dapat mengadakan evaluasi singkat. Apa yang berjalan baik, apa yang lambat, dan apa yang membuat warga bingung. Di sisi lain, evaluasi juga perlu memeriksa jalur evakuasi: apakah penanda terlihat, apakah titik kumpul memadai, dan apakah ada hambatan baru seperti proyek bangunan atau parkir liar.
Pada akhirnya, tugas relawan Fire-Ready bertujuan membangun rutinitas sederhana yang menurunkan risiko dari hari ke hari. Ketika edukasi berjalan, halaman lebih bersih, rute evakuasi teruji, dan koordinasi rapi, lingkungan punya peluang lebih besar untuk tetap aman saat situasi darurat terjadi.